Please use this identifier to cite or link to this item: http://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/152
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorI Wayan Watra-
dc.date.accessioned2019-11-11T03:29:01Z-
dc.date.available2019-11-11T03:29:01Z-
dc.date.issued2016-09-10-
dc.identifier.isbn979-722-291-8-
dc.identifier.urihttp://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/152-
dc.descriptionPuji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Aji Saraswati dan Sang Hyang Gnapati, sebagai junjungan para Sastrawan dan Sastrawati, yang harus dihormati. Sang HYang Aji Saraswati sebagai Dewinya huruf dan Aksara (sebagai perangkat lunak), yang mengantar sebagai Ilmu Pengetahuan bagi kehidupan manusia. Hang Hyang Ganapati, sebagai inti profesionaliti ilmu [engatahuan yang harus menghprmati dijaga kelangsungan yang bersifat (Ilmu Pengetahuan perangkat keras, baca Ganapati. Bila tidak menghormatinya berarti kita telah mencuri dan mengambil secara paksa harta karun yang ditaburkan oleh Beliau. Dalam penulisan Mantra harus mengacu kepada babom aslinya yang terdapat dalam lontar-lontar, dan beberapa lontar telah ditulis kembali oleh T. Gourdriaan dan C. Hooykaas. Kenapa harus mengacu kepada lontar-lontar ? Setelah penulis cermati terdapat kesalahan-kesalahan para Pandita Hindu d Bali dalam menafsirkan keperuntkan mantra, yang seharusrnya untuk memuja Dewi Saraswati malah memuja pemujaan diperuntukan Dewa Ghana, seperti pernyataannya, 1970:26) di bawah ini. “Two verses, in this sequence handed dawn in only ms, vs. 2 is indentical with No.839, vs 1 The fist verse however, is atrikting instance of reinterpretatitian by the Balinese: in reality it is directed not to Sarawati, but to Ganesa (ef. The fourth pada). A nearly indentical sloka is found in indian literature (Subhasita-ratna-badragara, ed. NR. Acharya, NSP Bombay 1952, p, 2, vs.8). Ganesa is honoered as the god who romoves all obstacles at the beginning of an interprise””. Artinya: “Dua buah sloka dalam merangkaian yang berhubungan dengan manuskrip ini, sloka 2 adalah serupa dengan No. 839. Sloka 1. Akan tetapi, sloka yang pertama adalah suatu contoh yang menyimpang dari dari penanfsibandingkan keapa keempat ). Sebuah sloka yang hamper serupa ditemukan dalam kesusastraan India (Subhasita-ratna-badragara, ed.NR Acharya, NSP Bombay 1952, p, 2, vs.8). Ganesa disembah sebagai Dewa yang menghapus egala rintangan pada permulaan ketika memulai usaha untuk membaca”. Maksud dari ktipan di atas adalah untuk melakukan kebaikan menuju kesempurnaan. Karena mantra-mantra yang dikumpulkan mengacu kepada Stuti Stuti Astawa realitas di Bali, pada dasarnya Mantra terdiri dari tiga konsep yaitu: Mantra, Tantra dan Yantra. Mardiwarsito menulis (1985:339, 582-711) bahwa yang dimaksud dengan Mantra dari sudut kata berasal dari Sansekerta dan berubah menjadi Bahasa Indonesia menjadi Mantera yang artinya jampi (penahan/japa), doa atau mantrakratu pembaca mantra (hanya berwujud kata-kata), Tantra yang juga artinya mantra tetapi lebih menekankan kepada ilmu sihir (gaib, mistik) dan yang dimaksud dengan Yantra, adalah sarana untuk merenungkan ilmu gaib menuju para Dewa kepada hal yang positif. Secara singkat dapat dipahami mantra adalah ucapan mengandung nilai-nilai magis, Yantra adalah upakara sebagai alat untuk memusatkan konsentrasi dan Tantra adalah gerakan tangan yang bersifat magis yang juga disebut dengan Mudra. Dalam tahap pembelajaran ini, aksara tidak diisi secara lengkap seperti, contoh: Mahì dyauá prthivì ca na ima÷ yajñammikûatàm; Piprtàm no bhaåìmabhiá . Tetapi akan ditulis “ Mahi dyauh prthiwi ca na imam yajnamimiksatam; Piprtam no bharimabhih ”. Maksudnya buku ini untuk, memudahkan belajar membaca dan mendengarkan suara sendiri. Sebab menurut pandangan penulis, kalau diisi lengkap, keinginan untuk membaca akan berkurang, karena harus belajar tanda baca terlebih dahulu. Karena dalam hal ini, sekali lagi masih taraf belajar . Nanti kalau sudah lancar membaca, maka akan ditingkatkan sesuai dengan tanda bacanya. Mempelajari Weda (dan atau mantra) mencakup kegiatan yang amat luas. Kita mulai dari belajar membaca, mendengar ucapanucapan yang benar, menterjemahkannya, mengertikan arti kata, menginterpretasikan, merenungkannya kembali, merumuskan hasilhasil pemikiran yang terkandung dalam Weda, menjelaskan dengan melihat relevansinya dengan gejala-gejala alam, kesemuanya itu merupakan satu paket proses belajar weda. Membaca mantra Weda tidaklah sama dengan membaca biasa. Sangat idealnya usaha belajar dimulai sejak usia masih muda. Ketentuan umur dalam sistem catur Asrama dapat dijadikan patokan pegangan kapan kita bisa mulai belajar Weda. Umur termuda empat tahun dan paling terlambat kalau telah mencapai umur 22 tahun. Salah satu faktor terpenting dalam belajar membaca dan mengajarkannya adalah pengenalan huruf dengan suaranya (ini yang ideal, tapi kalau baru belajar, silahkan baca-baca dan dengardengar suara sendiri dulu). Disamping itu masalah intonasi atau tekanan suara yang tepat akan ikut pula menentukan. Karena itu yang pertama-tama adalah menguasai huruf (secara umum dulu/latin nanti kalau sudah meningkat baru menginjak ke dewanegari) dengan baik sehingga seorang anak dapat dapat memodulisasi suara dengan baik dan dapat pula mendengar dengan jelas perbedaan suara yang dibaca orang lain. Adapun pengucapan huruf-huruf yang dimaksud itu adalah huruf-huruf (aksara) dewanegari yang dipakai dalam bahasa Sanskerta atau mantra-mantra baik ditulis dalam huruf Dewanegari maupun tulisan Latin. Secara umum huruf itu dapat dibagi menjadi dua yaitu huruf hidup dan huruf mati. Huruf hidup adalah: a, a, i, i, u, u, e, ai, o, au, r, rr, lr, llrr, dan huruf mati: k, kh, g, gh ng (n), c, ch, j, jh, n, t, th, d, dh, n, t, th, d, dá, n, p, ph, b, dh, m s, û (sn), ú (c), á. Ks (ksh), tra, jn. (Puja, 1985:112-113) Pada hakekatnya belajar merupakan proses dinamika yang seyogyanya dilakukan seumur hidup. Tetapi sebelum memantra, lakukanlah pembersihan diri dengan Mantra, seperti: Mantram sebelum Belajar Memantra (Sang Hyang Aji Panusangan). Sama nilainya kita telah mewinten tiga kali. Idepaku anganggo Aji kotamah, Amangsa-amangsung aku tan pabersihan, aku pawaking setra suka kang akasa, suka kang peretiwi, tan ana aku keneng sebelan, apan aku teke abersihin awak sariranku, teka bersih bersih-bersih-bersih. (Gambar, 1986:51-52) Mempelajari Weda dengan setulus hatimu. Samudre te hrdayamapswantah sam twà wìantwoûadhìrutàpah; Yajñasya twà yajñapate suktoktau namo wàke widhema yat swàhà. O yang berumah tangga, hendaknya engkau mempelajari weda dengan setulus hatimu, yang penuh dengan sabda-sabda bimbingan mulia, dikendalikan oleh prana, berbuat dalam perbuatan mulia. Semoga engkau menikmati makanan, buah-buahan dan air, Dalam bimbingan kasih sayang, kami menuntun engkau melakukan kewajiban hidup dalam perkawinan dengan penuh keyakinan. Yadnya mantra harus dilakukan oleh setiap kepala rumah tangga. Mahì dyauá prthivì ca na ima÷ yajñammikûatàm; Piprtàm no bhaåìmabhiá. O suami yang patut dipuji dan yang sehat dan istri yang bersabar hati, berkehendak untuk memenuhi kesenangan dan melakukan yadnya dalam rumah tangga. Semoga engkau berdua menyediakan kami makanan dan pakaian. * Weda dan atau Mantra dapat dipelajari sendiri. Ara iwa rathanabhau prane sarwan pratistham, rco yajudwamsi yajnah ksatram brahmaca. Ibarat jeruji dipasang pada porosnya roda sebuah kereta demikian pula halnya segala sesuatu ditetapkan dan digantungkan pada prana. Melalui prana dan pengendaliannya itu orang dapat belajar Weda sendiri, mis Rg.Weda, Yayur Weda, Sama Weda (dan Atharwa Weda) dan dari itu orang dapat melakukan maha yadnya atau orangorang bijaksana dan terpelajar. Dapat memperlihatkan kebijaksanaannya yang benar atau seseorang tentara dapat memperlihatkan keberaniannya yang mengagumkan. Prasana Upanisad (Puja, 1985/86:21-22). Yang masih mengumbar hawa-nafsu, sebaiknya jangan mempelajari Weda. Wedante paramam guhyam purakalpe pracoditam naprasantaya datawyam naputrayasisyaya wa punah. Misteri yang paling dalam dan paling agung dari Ajaran Wedanta, yang telah diberikan oleh Brahman kepada kita di zaman dahulu kala, hendaknya jangan diberikan kepada orang-orang yang masih belum mampu menguasai hawa nafsu - hawa nafsunya, walaupun dia anak laki-laki kita atau siswa kita yang kita cintai. Begitu sucinya konsep Mantera, Tantra, dan Yantra janganlah hendaknya disembarangkan, bagi umat yang sudah memahami terhadap kesuciannya. Pada konteks ini berada pada tahap pembelajaran. Diharapkan secara bertahap demi tahap untuk menuju kesempurnaan. Buku ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan Saran sangat kami harapkan dari pembaca yang budiman, demi kemajuan kita bersama.en_US
dc.description.abstractsecara teori ilmu apapun bisa dipelajari asal dimanfaatkan secara dewasa, artinya anak kecil atau anak muda bisa membahas Mantra apabila penerapakan dilakukan secara dewasa. Suatu “ Moto ” di Bali, Aywa Were tan siddhi phalanya”, kalau ilmu itu disembarangkan jelas dia tidak bermanfaat, tetapi kalau dipelajari dengan suatu sistem dengan tujuan baik “ Ayu Were Siddhi phalanya ” boleh dibicarakan akan sangat baik manfaatnya. Baik bagi diri sendiri keluarga maupun masyarakat dan negara. Sekaranglah saatnya kita tahu Mantra dan Belajar Memantra. Seperti bunyi bait Yayur Veda.Bagian I.19 Sarmasyawadhutaduam rakso, wadhuta aratayo’ditwastwagasi twa’ditirwettu; Dhisana ’si parwati prati twa,ditastwag wettu diwaskambhanirasi dhisana,si parwateyi prati twa parwati wettu. Yadnya adalah pemberi kebahagiaan, menjauhkan yang egois dan sifat-sifat kikir dan melindungi daerah tempat seperti kulit melindungi tubuh. Semoga yang melakukan yadnya menyadari arti pentingnya. Penguncaran Weda Mantra yang benar-benar merupakan yandnya sendiri. Yadnya yang dilakukan pada hari tertentu juga memberi perlindungan seperti kulit melindungi tubuh. Yadnya adalah penyangga matahari yang cemerlang, perwujudan dari ceritera Weda. Semoga kami menyadari yadnya sebagai pembawa hujan dan pemberi pengetahuan spiritual.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUnhi Pressen_US
dc.subjectMantra Samhita Buddhaen_US
dc.titleMantra Samhita Buddha Vaisnawa Pandita Hinduen_US
dc.typeBooken_US
Appears in Collections:BUKU

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Mantra Samhita Budhha.pdf926.16 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.