Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/44
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.author | I Ketut Suda | - |
dc.date.accessioned | 2019-09-26T06:07:31Z | - |
dc.date.available | 2019-09-26T06:07:31Z | - |
dc.date.issued | 2018-11 | - |
dc.identifier.isbn | 978-602-53082-2-2 | - |
dc.identifier.uri | http://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/44 | - |
dc.description | Perkembangan dunia modern telah dimulai sejak periode Renaisans (abad pertengahan) yang ditandai dengan perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesatnya. Jika mengacu pada gagasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa periode Renaisans merupakan periode pendewasaan rasionalitas dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Semangat renaisans terlihat jelas dalam pemikiran Descartes yang melalui wawasan humanismenya menjadikan manusia dengan segala kemampuan rasionalnya sebagai subjek sentral dalam pemecahan masalah dunia. Gagasan Descartes tersebut, menginspirasi kita semua bahwa dalam pemecahan masalah-masalah kehidupan duniawi, wawasan mekanistis dan rasionalisme seakan merupakan satu-satunya jalan kebenaran. Akibatnya, hal- hal yang bersifat irasional, tradisional, dan berbagai hal yang berbau mistik yang tidak dapat dicerna oleh akal secara rasional dianggap tidak berarti apa-apa. Baginya ilmu pengetahuan rasional menjadi mahkota dari apa yang disebutnya kebenaran ideal (spirit) menggantikan mitos, dongeng, dan legenda (folklore). Dengan demikian pendidikan dewasa ini lebih diorientasikan pada masa depan dan kebutuhan aktual masyarakat, seperti ilmu pengetahuan sains yang dianggap mampu memberikan manfaat yang lebih pragmatis dibandingkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ajaran agama, termasuk pendidikan seni di dalamnya yang sering dikonotasikan dengan hal-hal yang bersifat mistik. Jika mengacu pada gagasan Descartes tersebut dapat dipahami bahwa filsafat pencerahan dan diskursus teoritis tentang modernisme telah mengunggulkan ‘’rasio’’ sebagai sumber kemajuan dalam pengetahuan dan masyarakat, dibandingkan keyakinan akan kebenaran yang bersumber pada ajaran mistik dan teologis. Akibatnya, pencerahan yang mengunggulkan rasio dapat mendomestifikasi dan memerangi dunia melebihi ‘’kemampuan’’ agama, mitos, dongeng, legenda, dan tahayul. Berkembangnya paham modernisme semacam ini juga berakibat nilai-nilai pendidikan, seperti nilai kearifan sosial, nilai-nilai kearifan tradisional, termasuk nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ceritra rakyat, apakah dalam bentuk mitos, legenda, kreativitas seni, maupun dongeng mulai tergusur dari kehidupan masyarakat. Padahal nilai-nilai pendidikan semacam itu cukup bermakna bagi pembentukan karakter anak-anak. Apalagi di era masyarakat konsumer dewasa ini, orang berlomba-lomba mengejar materi atau kekayaan karena eksistensi mereka diukur dari kemakmuran material yang bisa mereka raih. Di tengah kehidupan masyarakat demikian nilai-nilai kehidupan tradisional, nilai-nilai kearifan sosial, termasuk nilai-nilai pendidikan yang terkandung pada ajaran agama, lebih-lebih pendidikan yang dibangun melalui kreativitas seni sering dipandang sesuatu yang tidak bermakna. Hal ini dapat menimbulkan masalah, yakni masyarakat termasuk anak-anak akan mengalami kekosongan jiwa, sebab idealnya kehidupan di dunia ini harus seimbang antara asas materialisme dengan asas spiritualisme, baik yang bersumber pada agama maupun yang bersumber pada kearifan sosial, kearifan tradisional, maupun kearifan lokal. Ditambah lagi pada masyarakat modern nilai-nilai kearifan sosial sering dilawankan bahkan dibenturkan dengan nilai-nilai modern. Akibatnya, penggusuran atas nilai-nilai tradisional dan pengadopsian terhadap nilai-nilai modern menjadi sangat hebat. Akan tetapi dalam buku ini yang dirangkum dari hasil penelitian lapangan, akan mencoba memberikan ulasan mengenai bagaimana peran pendidikan seni (khususnya kreativitas melukis) dalam pembentukan karakter atau kepribadian anak-anak. Dari hasil sudi yang dilakukan dapat dimengerti bahwa sesungguhnya kreativitas seni, yang dalam hal ini adalah kreativitas melukis, ternyata memiliki peranan penting bagi pembentukan kepribadian anak-anak. Mengapa dan bagaimana kreativitas seni melukis dapat berperan dalam pembentukan karakter anak-anak, bacalah buku kecil ini sampai tuntas. Semoga buku ini dapat memberikan inspirasi kepada para orang tua di rumah, para guru di sekolah, dan para peneliti lain untuk mengembangkan praktik pendidikan karakter melalui bebagai kreativitas anak, yang salah satunya adalah kreativitas melukis. Terbitnya buku kecil ini tidak dapat dilepaskan dari bantuan bebagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan yang baik ini perkenankan penulis mengucapkan rasa terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya pertama-tama kepada Bapak Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Republik Indonesia, yang dalam hal ini adalah Prof. Drs. I Ketut Widnya, M.Fil., Ph.D yang telah memberikan bantuan berupa hibah penelitian kompetitif dosen S3 tahuan anggaran 2015/2016 yang kemudian kami bukukan seperti adanya sekarang ini. Kedua, rasa terima kasih dan doa serupa juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Suka Yasa, M.Si. selaku Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan bantuan berupa dana dan dorongan moral dalam proses penerbitan buku ini. Dr. I Wayan Budi Utama, M.Si., Dr. I Wayan Subrata, M.Ag., Dr. I Wayan Winaja, M.Si, dan Dr. Ni Made Indiani, M.Si tampaknya juga penting disebut dan diberikan ucapan terima kasih atas motivasi dan dorongannya yang sangat membantu penulis untuk lebih semangat berkarya. Selain itu, ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada staf Tata Usaha Program Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia atas bantuan yang diberikan, baik berupa dorongan maupun layanan administrasi yang tentu sangat mendukung suksesnya penebitan buku kecil ini. Sebuah nama yang tidak pernah penulis lupakan dan pantas diberikan ucapan terima kasih yang tulus adalah I Wayan Gampil Suardana, S.Pd. seorang guru yang pernah mengajar penulis sewaktu masih duduk di bangku SLTP, yakni salah seorang guru pengajar di SMP N 1 Tegallalang yang dengan ketulusan hati dan petuah-petuahnya yang sangat menyejukkan bagaikan embun di pagi hari, telah menyemangati, memotivasi, dan memberikan dorongan moral kepada penulis sehingga bisa sampai ke jenjang ini, dan menghasilkan karya seperti ini. Selesainya buku kecil ini, juga tidak bisa dilepaskan dari peran orang-orang di sekeliling diri penulis seperti ayahnda I Nyoman Sukra (almarhum), dan ibunda tercinta Ni Wayan Cangkir (almarhumah) yang dengan keluguan dan ketekunannya berhasil mendidik dan menyekolahkan penulis sampai ke jenjang yang penulis alami saat ini, meski beliau tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bangku sekolah. Kekokohan dan keteguhan hatinya mendorong penulis untuk terus mengikuti pendidikan, terlihat ketika penulis masih kecil dengan empat orang bersaudara ditinggal oleh ayahnda untuk selama-lamanya, meskipun di tengah kesulitan ekonomi yang teramat sangat ibunda tetap mendorong dan mengizinkan penulis untuk terus melanjutkan pendidikan. Istri tercinta Ir. Ni Nengah Srianti, tampaknya juga penting disebut dan diberikan ucapan terima kasih yang tulus karena dengan ketajaman naluri seorang jurnalis dan dengan ketulusan serta kesabarannya ikut memberikan gagasan-gagasan, dan membantu mencarikan berbagai referensi terkait dengan penulisan buku kecil ini. Demikian pula Dr. I Putu Edy Suardiyana Putra, S.Com, M.Com., Ph.D, yakni putra sulung penulis yang banyak membantu dalam hal ketik-mengetik di komputer, tampaknya perlu juga disebut dan diberikan ucapan terima kasih. Sementara itu, I Made Gede Dwipayana Putra, S.Ked anak kedua sekaligus anak bungsu penulis, juga penting disebut dan diberikan ucapan terima kasih karena dengan karakternya yang sangat lucu telah menyemangati penulis dalam berkarya, sehingga buku kecil ini bisa selesai tepat waktu. Tradisi menjalani kehidupan akademik yang sarat dengan nilai kedisiplinan juga telah ditanamkan sebelumnya oleh para guru dan dosen penulis, mulai dari guru di tingkat SD sampai perguruan tinggi di antaranya I Wayan Wija (mantan guru SD Negeri 1 Kedisan), I Made Riuh (almarhum, mantan guru SD Negeri 1 Kedisan), I Wayan Kota (mantan Guru SD Negeri 1 Kediasan) I Gusti Ngurah Spatika (almarhum) mantan Kepala Sekolah SD Negeri 1 Kedisan, I Wayan Atjin Tisna (almarhum) mantan guru dan sekaligus kepala sekolah SMP Negeri 1 Tegallalang; I Dewa Made Suparsa (almarhum) mantan guru SMP Negeri 1 Tegallalang; A.A. Alit Atmaja mantan guru SMP Negeri 1 Tegallalang; I Gusti Made Artana, mantan guru SMP Negeri 1 Tegallalang; dan I Gede Putu Dirga mantan (Kepala TGA Saraswati Denpasar). Kesederhanaan dan disiplin khas yang masih penulis rasakan hingga kini telah ditanamkan oleh Drs. I Ketut Wirata, M.Si. (almarhum) mantan guru TGA Saraswati Denpasar, yang juga paman penulis, kepada semuanya melalui kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya. Selanjutnya, ucapan terimakasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Drs. I Gde Widana, (almarhum, mantan dosen pada Jurusan PPKn, FPKIP, Universitas Udayana, Singaraja) karena dengan ketulusan hati telah memberikan bimbingan-bimbingan dan arahan-arahan yang sarat dengan nilai filosofi kehidupan, sehingga penulis bisa sampai ke jenjang ini. Selain itu, sebuah nama yang tidak akan pernah penulis lupakan dan penting juga diberikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya adalah Prof. Dr. I Negah Bawa Atmadja, M.A., yang dengan kesabarannya telah berhasil menanamkan berbagai prinsip keilmuan kepada diri penulis mulai dari penulis belajar pada program S-1 Jur. PPKn, Universitas Udayana, kemudian berlanjut pada Kuliah di Program Magister Kajian Budaya, dan Program Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana. Demikian pula ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada semua pihak yang ikut membantu terwujudnya buku kecil ini meskipun tidak mungkin bisa penulis sebut namanya satu per satu. Semoga amal dan budi baik semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini mendapat balasan yang sebanding dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dan kepada penulis sekeluarga. | en_US |
dc.description.abstract | Pendidikan karakter mempunyai makna yang sebangun dengan pembentukan sikap moral dan perilaku mulia yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak dalam proses perkembangannya. Oleh karena itu, untuk dapat membangun sikap dan perilaku anak-anak yang mulia (dalam arti anak-anak dalam menjalani kehidupannya senantiasa berpegang pada nilai-nilai moral suatu bangsa, nilai-nilai keagamaan, dan sopan santun dalam pergaulan, maka dibutuhkan waktu dan proses yang panjang, serta pengendalian diri yang kuat. Berkaitan dengan hal tersebut, Kneller (dalam Manan, 1989:10) menegaskan bahwa pendidikan seharusnya dapat dijadikan sebuah enkulturasi bagi proses pembentukan karakter anak-anak, dalam arti sebuah proses pembudayaan. Berbicara soal pendidikan karakter, di Indonesia pada lembaga-lembaga pendidikan formal (baca: sekolah) tidak diajarkan secara eksplisit dalam satu mata pelajaran tersendiri atau secara interdisipliner. Akan tetapi MEMBENTUK KARAKTER anak (Melalui Seni Melukis) pendidikan karakter di sekolah-sekolah diberikan secara terintegrasi melalui pendidikan Agama dan Budi Pakerti, serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Melihat kondisi kurikulum sekolah seperti itu, maka dapat dipahami bahwa tanggung jawab pembentukan karakter anak-anak tidaklah sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru di sekolah, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga, pemerintah, dan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan betapa sesungguhnya pendidikan karakter itu, mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan keperibadian anak-anak itu sendiri. Terhadap pentingnya pendidikan karakter bagi perkembangan anak, Emmanuel Kant (dalam Suyata, 2011:16—17) telah lama mengakui pentingnya pendidikan moral (the role oriented moral theory) dalam dunia pendidikan. Artinya, pendidikan moral telah sejak lama dijadikan dasar filosofis dari proses pembentukan karakter anak-anak di sekolah. Oleh karenanya, orang tua dan para guru selalu berharap agar anaknya (siswanya) tumbuh dan berkembang menjadi anak yang pintar dan berkeperibadian (berkarakter) yang baik. Bagi para guru di sekolah, harapan tersebut dapat diwujudkan melalui proses pembelajaran dengan pendekatan reflektif, yakni penerapan pendidikan karakter melalui semua mata pelajaran yang dilakukan secara terintegrasi. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | PT. Japa Widya Duta Bekerjasama dengan Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia, Denpasar | en_US |
dc.relation.ispartofseries | Cetakan Pertama; | - |
dc.subject | Membentuk Karakter Anak | en_US |
dc.subject | Melalui Seni Lukie | en_US |
dc.title | Membentuk Karakter Anak (Melalui Seni Lukis) | en_US |
dc.type | Book | en_US |
Appears in Collections: | BUKU |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
MEMBANGUN KARAKTER ANAK MELALUI SENI LUKIS.pdf | 12.41 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.