Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/150
Title: | Filsafat Toleransi Beragama di Indonesia (Perspektif Agama dan Kebudayaan ) |
Authors: | I Wayan Watra |
Keywords: | Toleransi dalam kehidupan beragama di Puja Mandala Nusa Dua Bali |
Issue Date: | 17-Aug-2015 |
Publisher: | Paramita |
Abstract: | a). Puja Mandala Nusa Dua Bali didirikan sebagai tempat peribadatan bersama lima agama, untuk kepentingan umat yang mengingat di hotel kawasan Nusa Dua. Karena keberadaan pariwasata pada saat itu sedang dilakukan promosi secara besar-besaran untuk menarik kedatangan wisatawan lokal maupun asing maka, proses pembanguan maupun mengai proses perijinan yang ditetapkan oleh Undang-undang tidak mengalami hambatan. Untuk realisasinya diberikan kepada pihak BTDC, kemudian pihak BTDC mendekati pengurus masing-masing agama, untuk diajak bekerjasama dalam meralialisasikan perintah dari Menteri Agama dan Menteri Pariwisata. Pada awalnya keberadaan umat di masing-masing agama memang sedikit, bahkan umat Budha tidak ada sama sekali. Tetapi karena ini merupakan tugas negara, maka perlahan-lahan dari tidak setuju kemudian didiamkan. Sesuai dengan perjalanan waktu, diam dalam jangka waktu yang tidak tentu, akhirnya berubah menjadi setuju. Tetapi kemudian akhir-akhir ini (tahun 2013) Puja Mandala, memang dibutuhkan oleh pemerintah sebagai sarana pelayanan Spiritual terhadap tamu dari semua agama yang menginap di Hotel Nusa, dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan Negara Republik Indonesia, serta juga digunakan oleh umat Nasional dan Lokal, sebagai pendatang yang bekerja di sekitar Nusa Dua. Untuk melakukan Ibadah, karena berada disekitar tempat kerjanya. b). Proses Toleransi dalam kehidupan beragama di Puja Mandala Nusa Dua Bali, karena tersedianya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, dan merupakan perintah langsung dari Presiden Republik Indonesia (Soeharto), dengan perpanjangan tangan Menteri Pariwisata, Post dan Telekomunikasi Joop Ave, Menteri Agama Tarmizi Taher, dan Gubernur Bali Ida Bagus Oka, serta Bupati Badung. didukung oleh umat Hindu yang ada di BTC, dan juga Bupati Badung. Dengan tujuan untuk memfasilitasi suguhan rohani bagi Touris yang menginap di hotel. Makna tambahan selain dari, pendiri dan tujuan didirkan Puja Mandala adalah; Akhirnya berfungsi untuk hidup berdampingan sesama agama di Indonesia khususnya di Bali dalam satu keyakinan yang berbeda untuk mencapai kedamaian, dalam menjalankan kewjiban agamanya masing-masing. Khusunya kewajiban bagi umat Hindu di Puja Mandala, adalah menggunakan konsep Trimandala, yaitu: Utama Mandala, disebut Jeroan dianggap tempat paling suci, sebagai Stana Tuhan yang Maha Esa, yang disimboliskan dengan Acintya, duduk di atas kursi. Sifat-sifat Tuhan, yang terdapat dalam Bhagawadgita seperti; tidak terpikirkan, tidak laki atau perempuan, tidak basah oleh air. Dengan sebutan inilah Tuhan disebut dengan berbagai nama seperti: Sanghyang Licin, Sanghang Widhi, Sanghyang Wenang Sanghyang Tunggal dan lain sebaginya. Berdasarkan keyakinan dari berbagai agama pada dasarnya mereka memiliki kepercayaan yang sama tetapi dalam penyebutannya yang berbeda-berda. Umat Hindu menyebutnya dengan Sanghyang Widhi, Umat Kristen Kotolik maupun Kristen Protestan menyebutnya Allah atau (terkadang Yusus adalah Tuhanku), tapi maksudnya adalah Tuhan itu sendiri. Demikian umat Islam dengan menyebutnya dengan Allah (terkadang juga Muhammad Tuhanku). Jadi nama Tuhan disebut dengan berbagai sebutan, tetapi maksudnya adalah sama. Yaitu satu atau Tunggal, sesuai simbolis dikaki burung Garuda sebagai lambang negara kita ”Bhineka Tunggal Ika Tanhana Dharma Manguruwa” c). Implikasi Toleransi dalam kehidupan beragama di Puja Mandala Nusa Dua Bali, terhadap kehidupan sosial masyarakat Implikasi Toleransi dalam kehidupan beragama di Puja Mandala Nusa Dua Bali. Terhadap kehidupan sosial masyarakat sekitarnya adalah dengan berbeda budaya itu saling berhubungan dengan penuh, dengan batas-batas ukuran untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan, penyimpangan yang masih dapat diterima dalam ukuran kerja. Dengan berpijak pada teori multikultural yang dikemukakan oleh Sokrates dapat bahwa: 1). Self-knowledge merupakan mahkota pendidikan dari tiap individu; 2). Self-knowledge tak dapat dicapai dengan sempurna ketika orang itu masih kecil, sehingga self-knowledge harus diterimakan pada seseorang ketika dia telah dewasa; 3). Self-knowledge-nya dibentuk sebuah sistem pendidikan yang terstruktur, akan dapat memilih apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang boleh atau tidak boleh, apa yang bisa atau apa yang tidak bisa dilakukan; 4). Setiap manusia wajib mendengarkan apa yang dibisikan oleh kata hatinya (diamonion), setiap orang dapat diajarkan berbuat baik, dan segala kelakuan yang jahat semata-mata berdasarkan cara berpikir yang salah; 5). Syarat untuk hidup secara baik ialah kebijaksanaan. Dalam realitas bertoleransi di Puja Mandala, dapat dicontohkan Sultan Syarif Hidayatullah pada tahun 1652 abad ke 17 dengan membangun Wihara Avalokitesvara yang tidak jauh dari Masjid Agung Banten di Desa Pamaciran, Kabupaten Serang. Sebagai penghormatan terhadap istrinya, Putri Ong Tin Nio, dari China. Hingga kinipun, tidak pernah terjadi keributan antaraumat. Tidak saja berupa meningkatkan kesucian batin dengan kebersihan lingkungan yang dilakukan dengan melakukan tindakan prepentif melaui belajar untuk menjaga kebersihan dan pengaturan parkir, yang dilakukan selama ini. Tetapi toleransi, lebih mengacu pada bangunan, sudah dilakukan oleh Umat Hindu dengan Umat Katolik dengan mengadopsi, beberpa Candi bentar di bagian Barat Gereja Protestan. Dan juga musik-musik Bali berupa Gong, dan Gender pada saat Khotbah. Hal ini perlu dilajutkan oleh Agama-Agama yang lain seperti, Kristen Katolik, Buddha dan Islam. Dalam realisasi sosial antar warga yang berbeda keyakinan, seperti Pondok Pesantren Walisanga. Bentuk toleransi sejumlah orang-orang Suci; Hindu, Islam, Buddha, Kristen Katolik dan Kristen Protestan, melakukan rapat tetang materi agama secara universal pada masing-masing agama. Sehingga pada, mereka dapat mengajukan pengajaran silang antar agama di Puja Mandala. Seperti pengajaran Materi Pancasila, dari Hindu, Islam, Buddha, Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Demikian juga dibidang Teater pada masing-masing agama, Hindu, Islam, Buddha, Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Dan juga peningkatan dalam pemahaman dalam kedesiplinan bershalat, beribadah, dan sembahyang. |
Description: | Puji syukur penulis panjatkan kepada para leluhur, yang telah menyatu bersama Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat-Nya, sehingga tulisan yang direncanakan ini mulai tanggal 17 Agustus 2010, selama lima tahun dapat diselesaikan tanggal 17 Agustus 2015, yang penulis beri judul ”Filsafat Toleransi Beragama di Indonesia”, dapat diselesaikan bersamaan dengan Hari proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke 70. Buku ini merupakan kelanjutan dari buku yang berjudul ”Dasar Filsafat Agama-Agama, Dalam Rangka Menciptakan Keindahan Multikulturalismei Indonesia”, yang terbit tahun 2006. Diterbitkan oleh Paramita Surabaya. Penulis banyak berharap kepada Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, untuk menjaga pluralisme di Indonesia. Tidak saja berupa wacana, tetapi harus diwujudnyatakan seperti contoh yang telah berhasil dilakukan oleh masyarakat Bali melalui berdirinya Puja Mandala di Nusa Dua Bali, sebagai tempat beribadat lima agama, yang diakui Pemerintah. Mereka mampu hidup saling bertoleransi, secara nyata, sehingga mampu menciptakan keharmonisan intar dan antar agama. Hal ini sesui dengan citacita Pejuang yang di perjuangan dengan tumpah darah, demi sebuah kemerdekaan. Dimasa perjuangan tersebut bangsa tidak pernah memikir Agama, Suku, Bahasa, kebudayaan. Tetapi hanya satu bagaimana mereka bisa merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Sejak Pemerintahan Presiden Abdulrahman Wahid, Pemerintah Indonesia sudah mengakui enam Agama, tentu tugas Pemerintah akan semakin berat dalam menjaga keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara. Tugas berat ini dapat di atasi dengan, mencotohkan Membangun Rumah Ibadah Enam Agama di masing-masing Provinsi di Indonesia. Pada umumya Presiden yang baik akan selalu berusaha untuk menciptakan, kemyaman, keamanan dalam beribadah, kesejahteraan, dan kedamaian masyarakatnya. Setelah berhasil merebut kemerdekaan tahun 1945, maka segala sesuatunya Bangsa Indonesia mulai dipertahankan melalaui Undang-Undang Dasar tahun 1945, yang mengharapkan agar tercipta ruang kehidupan bertoleransi yang saling menghormati sesama umat beragama, dalam konteks negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 29 ayat; (1). menyebutkan Negara berdasarkan atas ke Tuhanan yang Maha Esa, (2). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Berpijak dari ketentuan pasal tersebut dapat didiskripsikan bahwa ketentuan pasal 29 UUD 1945 memberikan ruang kepada umat beragama untuk mendalami dan melaksanakan kewajiban agamanya dalam beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Persoalannya ketika toleransi berkembang, malah yang terjadi adalah sebaliknya, bukan toleransi tetapi intoleransi. Hal ini terbukti dengan terjadinya pertikaian antara galongan mayoritas dan minoritas yang hidup berdampingan didalam sebuah masyarakat, menyangkut tingkah laku, keyakinan serta praktek kelompok-kelompok minoritas yang di cap berbeda, dipandang menebar suatu ancaman terhadap tatanan tradisional, akhirnya di Indonesia banyak terjadi konflik antar Agama. Tetapi ditengahkonfil-konflik yang sedang bertebaran di Indonesia justru di Puja Mandala, terdapat kehidupan lima agama yang hidup rukun dan damai dan tidak pernah menimbulkan konflik secara signifikan. Sehingga akhirnya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, kenapa bisa demikian. Kritik dan saran penulis sangat harapkan demi penyempurnaan, dalam penulisan berikutnya untuk memahami, menggali, dan menginterprestasikan filosofi kehidupan beragama di Indonesia. |
URI: | http://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/150 |
ISBN: | 978-602-204-536-6 |
Appears in Collections: | BUKU |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
Filsafat Toleransi Beragama Di Indonesia.pdf | 11.44 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.