Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/45
Title: | Penanggulangan Sampah Plastik pada Upacara Piodalan di Pura Besakih |
Other Titles: | Perspektif Sosio-Ekologi |
Authors: | I Ketut Suda |
Keywords: | PENANGGULANGAN SAMPAH PLASTIK PADA UPACARA PIODALAN DI PURA BESAKIH (Perspektif Sosio-Ekologi) |
Issue Date: | Sep-2019 |
Publisher: | Unhi Press |
Abstract: | 1) Pada hakikatnya masyarakat Bali telah terkena pengaruh modernisasi dan globalisasi, hal ini nampak dengan jelas dari orientasi masyarakat Bali yang selalu menjadikan kebudayaan Barat sebagai kiblat. Dalam arti orang Bali memandang dunia Barat sebagai dunia yang modern, maju, rasional, dan berkembang dengan baik, sehingga harus diposisikan sebagai pusat, baik sebagai pusat orientasi maupun sebagai pusat teladan. Sementara dunia Timur selalu dipandang sebagai dunia yang tradisional, terbelakang, tidak berkembang, dan tidak baik. Dengan kondisi demikian, maka apa pun yang dilakukan dunia Barat harus diikuti, karena aspek modernitas, rasionlaitas, dan kebaikan selalu dianggap mengalir dari dunia Barat ke dunia Timur agar masayarakat Timur dapat sejajar dengan masyarakat Barat. Dengan demikian masyarakat Bali termasuk masyarakat Desa Besakih dengan mudah dapat mengadopsi berbagai peralatan yang terbuat dari plastik karena aspek modernitas dan nilai praktis yang dimiliki oleh peralatan dari plastik itu sendiri. 2) Pola penanggulangan sampah yang dilakukan para pekerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kabupaten Karangasem, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Provinsi Bali untuk Kawasan Besakih masih sangat manual. Dalam arti hanya mengumpulkan sampah di satu tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa ada upaya untuk menjadikan sampah sebagai sesuatu yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Jadi dapat dikatakan pola penanggulangan sampah di TPA Besakih belum dilakukan secara mekanik, dalam arti belum menggunakan peralatan teknologi yang memadai. Kalau toh sudah disipakan mesin pengolahan sampah menjadi pupuk kompos kapasitas mesinnya sangat kecil dan tidak didukung oleh prasarana lainnya, seperti PAM sehingga mesin tidak dapat bekerja maksimal. 3) Secara garis besar proses pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik di kawasan Pura Besakih para pekerjanya mengalami dua hambatan besar, yakni, terbatasnya tenaga kerja yang ditugaskan oleh pemerintah dan terbatasnya sarana dan prasarana pendukung untuk menanggulangi sampah di kawasan Pura Besakih. Hambatan kedua adalah kurangnya kesadaran dan peranserta masyarakat, terutama para pemedek untuk membuang sampah pada tempat-tempat yang telah disediakan, terutama pada upacara piodalan di Pura Besakih. Hal ini berakibat menumpuknya sampah terutama di arealareal parkir sebab belum sempat petugas membersihkan sampah yang dibuang oleh para pemedek yang satu sudah datang lagi pemedek baru parkir ditempat yang sama, sehingga sampah terus saja menumpuk di tempat tersebut, dan hal ini sering mengganggu pemandangan dan juga dapat menyebabkan munculnya bau tak sedap di sekitar areal tersebut. |
Description: | 1) Pada hakikatnya masyarakat Bali telah terkena pengaruh modernisasi dan globalisasi, hal ini nampak dengan jelas dari orientasi masyarakat Bali yang selalu menjadikan kebudayaan Barat sebagai kiblat. Dalam arti orang Bali memandang dunia Barat sebagai dunia yang modern, maju, rasional, dan berkembang dengan baik, sehingga harus diposisikan sebagai pusat, baik sebagai pusat orientasi maupun sebagai pusat teladan. Sementara dunia Timur selalu dipandang sebagai dunia yang tradisional, terbelakang, tidak berkembang, dan tidak baik. Dengan kondisi demikian, maka apa pun yang dilakukan dunia Barat harus diikuti, karena aspek modernitas, rasionlaitas, dan kebaikan selalu dianggap mengalir dari dunia Barat ke dunia Timur agar masayarakat Timur dapat sejajar dengan masyarakat Barat. Dengan demikian masyarakat Bali termasuk masyarakat Desa Besakih dengan mudah dapat mengadopsi berbagai peralatan yang terbuat dari plastik karena aspek modernitas dan nilai praktis yang dimiliki oleh peralatan dari plastik itu sendiri. 2) Pola penanggulangan sampah yang dilakukan para pekerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kabupaten Karangasem, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Provinsi Bali untuk Kawasan Besakih masih sangat manual. Dalam arti hanya mengumpulkan sampah di satu tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa ada upaya untuk menjadikan sampah sebagai sesuatu yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Jadi dapat dikatakan pola penanggulangan sampah di TPA Besakih belum dilakukan secara mekanik, dalam arti belum menggunakan peralatan teknologi yang memadai. Kalau toh sudah disipakan mesin pengolahan sampah menjadi pupuk kompos kapasitas mesinnya sangat kecil dan tidak didukung oleh prasarana lainnya, seperti PAM sehingga mesin tidak dapat bekerja maksimal. 3) Secara garis besar proses pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik di kawasan Pura Besakih para pekerjanya mengalami dua hambatan besar, yakni, terbatasnya tenaga kerja yang ditugaskan oleh pemerintah dan terbatasnya sarana dan prasarana pendukung untuk menanggulangi sampah di kawasan Pura Besakih. Hambatan kedua adalah kurangnya kesadaran dan peranserta masyarakat, terutama para pemedek untuk membuang sampah pada tempat-tempat yang telah disediakan, terutama pada upacara piodalan di Pura Besakih. Hal ini berakibat menumpuknya sampah terutama di arealareal parkir sebab belum sempat petugas membersihkan sampah yang dibuang oleh para pemedek yang satu sudah datang lagi pemedek baru parkir ditempat yang sama, sehingga sampah terus saja menumpuk di tempat tersebut, dan hal ini sering mengganggu pemandangan dan juga dapat menyebabkan munculnya bau tak sedap di sekitar areal tersebut. |
URI: | http://repo.unhi.ac.id/jspui/handle/123456789/45 |
ISBN: | 978-623-91211-4-3 |
Appears in Collections: | BUKU |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
PENANGGULANGAN SAMPAH PLASTIK.pdf | 2.6 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.